Apa lagi yang paling didambakan oleh sebuah negara berkembang jika bukan bertumbuhnya ekonomi? Tidak terkecuali Indonesia, kesejahteraan akan selalu menjadi topik utama bagi sebuah negara. Sebagaimana yang telah dirumuskan dalam pembukaan UUD 1945, bahwa memajukan kesejahteraan umum merupakan salah satu tujuan yang dimiliki bangsa Indonesia. Tidak lupa pula disebutkan bahwa masyarakat yang adil dan makmur merupakan salah satu indikator kemerdekaan bangsa.
Sudahkah kita mencapai tujuan tersebut? Atau setidaknya, sudahkah kita mempersiapkan batu loncatan untuk meraihnya?
Berbicara mengenai pertumbuhan ekonomi, tentu tidak akan lepas kaitannya dengan permasalahan mengenai perkembangan teknologi dan ketersediaan tenaga kerja. Indonesia, dan juga dunia, telah memasuki era revolusi industri 4.0 dimana tidak bisa dipungkiri bahwa kemajuan teknologi telah memberikan pengaruh besar bagi perkembangan ekonomi nasional. Peran dan kebutuhan akan buruh seakan-akan telah berkurang akibat mesin-mesin pintar yang menggantikan dan melahap habis kesempatan-kesempatan para buruh untuk bekerja.
Lantas, apakah ini berarti
buruh sudah benar-benar
tidak diperlukan lagi?
Bayangkan
sebuah sistem produksi, di mana
pemberi kerja mempekerjakan seratus buruh. Dengan kemajuan teknologi yang ada,
akan sangat mungkin bagi pemberi kerja untuk mengganti sembilan puluh buruh
berkemampuan standar dan rendah dengan sebuah mesin baru yang mampu melakukan
kerja setara dalam waktu lebih singkat dan mempertahankan sepuluh buruh berkemampuan
tinggi untuk mengelola dan mengawasi mesin.
Terdengar
kejam, memang. Sembilan puluh buruh dipulangkan, dilahap habis oleh sebuah mesin.
Tidak heran banyak terjadi aksi protes dan penolakan oleh para buruh. Fakta
bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang kontra dengan implementasi
kemajuan teknologi di bidang ekonomi ini cukup mengkhawatirkan. Pernyataan
ketidaksetujuan mereka sebenarnya bukan tanpa alasan. Mereka khawatir kesejahteraan
buruh akan semakin berkurang dengan penggunaan teknologi yang semakin masif di
sektor industri.
Benar
bahwa akan banyak tenaga kerja yang digantikan perannya oleh sebuah mesin. Tapi
tidak akan menjadi bijak jika melihat suatu permasalahan hanya dari satu sudut
pandang. Padahal jelas, kita membutuhkan tanjakan baru, sebuah loncatan yang
harus dilakukan secara terpadu untuk meng-catch up ketertinggalan bangsa
kita di bidang ekonomi, terutama dalam lingkup internasional.
Perlu diingat bahwa pertumbuhan ekonomi dan kemajuan teknologi akan selalu berjalan beriringan dengan peningkatan kualitas buruh, bukan dengan peningkatan kuantitas buruh. Selain itu, kemungkinan mesin untuk melahap semua kesempatan kerja para buruh sebenarnya sangat kecil. Seluruh tenaga kerja tidak dapat semata-mata ditukar dengan mesin. Penggunaan teknologi dalam bidang produksi hanya akan mengganti dan mengubah proses produksi, bukan mengambil alih seluruhnya.
Sebenarnya, apa yang dilakukan
pemberi kerja dalam kasus ini hanyalah menjalankan prinsip ekonomi: memperoleh suatu hasil dengan pengorbanan
sekecil mungkin. Tentu, tidak ada sedikit pun yang salah dengan hal ini. Untuk
menghasilkan kuantitas output yang sama, pemberi kerja dapat mengurangi
waktu dan tenaga yang dibutuhkan dengan memanfaatkan teknologi yang ada. Dengan
kata lain, lebih sedikit kapital yang
digunakan.
Biaya yang tersisa ini dapat
dialihfungsikan
untuk memperbaiki kualitas proses produksi itu sendiri.
Bukankah
salah satu tantangan terbsesar pelaku usaha saat ini adalah bersaing dengan
produk-produk luar? Apakah mungkin kita mampu memenangkan persaingan itu tanpa memperbaiki
kualitas produksi?
Sejalan
dengan perkembangan teknologi, studi membuktikan bahwa perkembangan teknologi
secara nyata mengancam low-skilled labors yang sangat rentan digantikan
perannya oleh mesin pintar. Di sisi lain, perkembangan teknologi akan mempertahankan high-skilled labors
menjadi bagian dalam proses produksi sehingga akan mendorong buruh-buruh lain
untuk terus berinovasi serta meningkatkan kualitas dan kualifikasi diri. Upaya memberdayakan buruh dengan tetap
mengikuti alur perkembangan teknologi akan mampu meningkatkan hasil produksi,
baik dalam hal kuantitas maupun kualitas.
Disinilah
peran serta seluruh pihak diperlukan. Pemerintah sebagai penyedia kesempatan
pengembangan diri, masyarakat sebagai pendukung keberhasilan ekonomi, dan buruh
sebagai pemeran utama akan saling terhubung satu sama lain membentuk suatu
tatanan ekonomi yang padu. Jika proses ini dilakukan menyeluruh secara kontinu
di semua sektor produksi, akan lebih banyak buruh mendapat kesempatan kerja dan bekerja dalam
kualitas kerja yang bahkan jauh lebih baik.
Seharusnya,
sudah tidak ada lagi sedikit
pun celah antara buruh dan teknologi. Tidak ada lagi kata-kata digantikan atau
tergantikan. Teknologi membawa peranan penting dalam efisiensi kegiatan
produksi dan peningkatan ekonomi, begitu pula dengan buruh. Sikap dan kinerja buruh
memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan arah produksi dan
peningkatan ekonomi Indonesia. Apakah buruh-buruh dalam negeri ini akan tetap menutup diri
akan perkembangan zaman dan teknologi?
References
Arntz,
M. d. (2016). The Risk of Automation for Jobs in OECD Countries. OECD
Social, Employment and Migration Working Papers, 23.
Michaelis,
G. d. (2015). Robots at Work. Dikutip dari EconPapers:
https://econpapers.repec.org/paper/cepcepdps/dp1335.htm
Witte,
K. (2017, December 19). Technological innovation: The challenges for labour.
Dikutip dari DOC:
https://doc-research.org/2017/12/technological-innovation-challenges-labour/
Komentar
Posting Komentar